Pemberdayaan berbasis kearifan lokal menjadi solusi dalam pembangunan desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan serta mempromosikan budaya lokal sebagai identitas desa. Tahun 2024, Indonesia memiliki 5.911 desa wisata menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan sebanyak 163 berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kemenparekraf, 2024). Pulau Sumba terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2018 dinobatkan sebagai pulau terindah di dunia oleh majalah wisata terkenal Jerman yaitu Focus, dimana pulau ini memiliki 34 desa wisata yang masih menjaga kearifan lokal (Rote, 2018).
Kampung Adat Wainyapu merupakan kampung adat yang berada di tepi pantai di Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya. Kampung Adat Wainyapu berbatasan dengan Kampung Adat Ratenggaro yang dipisahkan oleh Sungai Waiha dan dihubungkan oleh delta pasir di muara Sungai Waiha. Elemen refleksi hubungan antara manusia dengan budayanya dan lingkungan alamnya dalam kesatuan ruang dan waktu yang luas (saujana) pada kampung ini adalah permukiman kampung adat, makam, pantai, Sungai Waiha, dan gundukan pasir muara Sungai Waiha.
Pusat Kampung adat Wainyapu adalah halaman yang disebut sebagai natar. Pada bagian tengah natar terdapat muricana berbentuk arca batu, yang dianggap sebagai penunggu kampung. Tahun 2006, Kampung Adat Wainyapu memiliki 12 natar yang artinya terdapat 12 sub suku atau kabishu (BPPI, 2023). Natar tersebut dikeliling rumah adat yang disebut Uma Kalada yang berjumlah 57 rumah. Bangunan Uma Kalada berbentuk panggung dengan atap menara yang menjulang tinggi.
Makam kampung adat berada di natar depan rumah masing-masing. Makam tersebut berbentuk batu kubur/kuburan megalitik, sesuai dengan kepercayaan kampung adat yaitu kepercayaan marapu. Jumlah makam tersebut lebih dari 500 buah (Lodu, 2023). Pantai pasir putih di tepi kampung menjadi tempat prosesi ‘bau nyale’ atau menangkap cacing laut yang berlangsung setiap setahun sekali pada pagi hari, kemudian dilanjut dengan kegiatan pasola. Saujana khas dari Kampung Adat Wainyapu yang tidak dijumpai di kampung lain adalah gundukan pasir di muara Sungai Waiha yang pada 2 minggu dalam setahun akan surut dan dapat menjadi jalur penghubung antara Kampung Adat Wainyapu dengan Kampung Adat Ratenggaro (BPPI, 2023).
Identitas desa penting untuk menunjukkan ciri khas desa, dan menjadi pembeda dengan desa lain. Mahditia Paramita menjelaskan bahwa identitas desa juga dapat digunakan sebagai landasan pemersatu desa untuk berkembang atau mewujudkan potensi yang dimiliki (Paramita, 2023). Dalam membangun identitas desa, dua hal yang perlu diperhatikan adalah dengan menggali potensi yang dimiliki desa dan memperhatikan prioritas program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kampung Adat Wainyapu memberikan pemahaman baru, bahwa “wisata budaya” tidak hanya berbentuk sebuah tarian dan peninggalan sejarah, artefak atau aktivitas kebudayaan lain. Nilai penting/signifikansi Kampung Adat Wainyapu adalah adat megalitik yang masih dijalankan dengan taat oleh penghuni kampung adat. Pelestarian bangunan panggung beratap menara, kubur batu, kepercayaan marapu, serta berbagai tradisi antara lain bau nyale dan pasola menjadi wujud nilai penting saujana Sumba. Pengembangan suatu kawasan menjadi tempat wisata tidak bisa dilakukan secara terpisah, tetapi harus melihat satu ekosistem (saujana) yang terdapat pada kawasan tersebut. Selain itu, pengembangan pariwisata yang tetap memperhatikan saujana-nya dapat menjadi identitas dari kawasan wisata tersebut.